A. SELF ITEM
Penghargaan (self-esteem) diri
diartikan sebagai suatu sikap bagaimana kita memandang diri kita sendiri serta
bagaimana kita memperlakukan diri kita sendiri. Penghargaan diri merupakan
salah satu faktor penting yang akan menentukan kesuk-sesan atau kegagalan dan
kebahagiaan atau ketidak-bahagiaan dalam hidup Anda karena penghargaan diri
akan mempengaruhi Anda baik Anda sadari maupun tidak.
Nathaniel Branded, dalam "The
Six Pillars of Self-Esteem" dan "The Psychology of Romantic
Love," mengatakan bahwa ada tiga tantangan dalam hidup yaitu memiliki
kemampuan untuk merawat diri sendiri secara independen, mengembangkan
kompetensi pada semua hubungan dan daya tahan. Kita semua pernah merasakan
kepedihan dan kekalahan, tetapi elemen yang lebih penting di sini adalah kita
pasti kembali ke kehidupan normal . Ini merupakan tanda penghargaan diri .[1]
Self-esteem
merupakan sikap jalan tengah (middle path). Ia berada di antara dua ektrimitas
sikap “anti-sosial”: minder dan sombong. Jadi, seorang dg self-esteem sempurna
tidak akan minder atas kekurangan yg dimiliki, tapi juga tidak akan sombong
pada kelebihan yg disandang. Ia akan merasa “bebas” untuk bergaul dg siapa
saja; tanpa memandang kelebihan/kekurangan materi, tanpa melihat
kelebihan/kekurangan fisik, tanpa peduli dg kelebihan/kekurangan jabatan/titel
rekan bergaulnya.
Pelaku self-esteem
akan menghargai seseorang dari segi kemanusiaannya: bahwa setiap orang
diciptakan sama dan patut mendapat respek yg tidak beda.
Dg demikian,
seorang diplomat dg self-esteem tinggi akan dg mudah bergaul dg sesamanya; sama
mudahnya dg ketika ia bergaul dg lokal staf dan rakyat jelata yg miskin papa
dan berbaju lusuh. Begitu juga, seorang mahasiswa/rakyat biasa akan merasa
“biasa-biasa saja” ketika bergaul dg pejabat tinggi, kalangan pebisnis, dan
tokoh-tokoh besar. Sama biasanya dg ketika ia bergaul dan berbicara dg seorang
gelandangan atau tukang becak. Karena kepribadian dg tipe ini selalu
menghormati orang karena “manusia”-nya, bukan karena jabatan, titel, atau
penampilan fisiknya. Dg kata lain, perilaku self-esteem akan menempatkan kata
“martabat dan gengsi” pada makna yg riil, bukan makna yg artifisial.[2]
B. LOCUS OF CONTROL
Locus of Control (LoC) adalah sikap
seseorang dalam mengartikan sebab dari suatu peristiwa. Seseorang dengan
Internal LoC adalah mereka yang merasa bertanggung jawab atas kejadian-kejadian
tertentu. Hasil adalah dampak langsung dari tindakannya. Sedangkan, orang
dengan External LoC adalah mereka yang sering menyalahkan (atau bersyukur) atas
keberuntungan, petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan-kekuatan lain di
luar kekuasaannya.
Tiap orang menilai kekuatan-kekuatan yang
menghasilkan keberhasilan (sukses) dan kegagalan dengan sikap berbeda-beda.
Seorang pelamar kerja yang sudah berkali-kali mengikuti tes dan tidak pernah
lolos seleksi, misalnya, bisa saja menyalahkan dirinya karena kekurangannya. Ia
mungkin berpikir, ah saya sarjana payah. Pendek kata, ia menilai
kegagalannya berasal dari dalam dirinya (Faktor Internal - FI).
Suatu hari, tesnya berhasil. Ia mungkin
saja menilai bahwa keberhasilannya bukanlah disebabkan FI-nya, seperti
kecerdasan atau kemampuan berbahasa. Tapi, karena keberuntungan. Ah,
demikian pikirnya, barangkali karena tidak banyak yang melamar. Jadi, ia
menyikapi kegagalan dan keberhasilan dirinya dengan cara berbeda. Ia menerima
kegagalannya karena FI tapi keberhasilannya karena FE (Faktor Eksternal).
Kesimpulannya, orang bisa punya LoC yang berbeda, baik untuk sukses maupun
gagal.
Saat menghadapi kegagalan, kita dianjurkan
untuk menyikapinya sebagai keadaan FI sedang labil. Juga FE yang kurang
mendukung. Contoh, seorang atlet hari itu prestasinya memble karena
sedang pilek dan kakinya keseleo (FI sedang labil), ditambah lagi cuaca habis
hujan, becek dan licin (FE sedang labil). Dengan demikian harga diri dan rasa
percaya dirinya terlindung dengan baik. Pada lain kesempatan, di mana FI stabil
dan FE seperti biasanya, ia akan berprestasi.
Yang terjadi sering terbalik. Ada yang
menganggap keberhasilannya karena dukungan FE, misalnya karena ekonomi bagus,
dll. Dan, ketika ia menghadapi kegagalan, ia malahan menuduh FI sebagai
biangnya, misalnya ia merasa ia goblok. Jika kegagalan itu terjadi beruntun,
lama kelamaan harga diri dan rasa percaya dirinya akan ambyar sehingga
ia terpuruk.
Sikap yang benar adalah menempatkan FI
sebagai faktor yang membuat Anda meraih sukses. Jika Anda naik gaji atau dapat
promosi, katakan pada diri sendiri bahwa Anda memperolehnya karena FI yang Anda
miliki: kecerdasan, karisma, atau pun ketekunan. Bukan karena FE: anugerah dari
bos. Anda layak mendapatkan keberhasilan itu karena jerih payah Anda sendiri,
karena memang Anda punya kelebihan. Jika Anda tidak kena PHK, itu bukan karena
Anda beruntung atau dikasihani bos, tapi memang Anda tahan banting. Jika Anda
tiba-tiba mendapat peluang, itu bukan karena beruntung, tapi karena Anda sudah mejeng
memposisikan diri untuk meng-embat peluang itu.
Saat menghadapi keberhasilan, sangat bijak
untuk tidak membesar-besarkan FE, tapi jika Anda sedang dirundung kegagalan,
lebih bijak menyimak FI dan FE lebih saksama. Yang disimak apa? Stabilitas.
Bisa jadi FI kita sedang labil misalnya sakit. Atau, karena FE yang sedang
labil, misalnya ada huru hara. Dengan demikian bagian FI kita yang rawan, yakni
harga diri dan rasa percaya diri, akan terlindung.[3]
Yang dimaksud dengan Locus of Control
(LoC) adalah bagaimana seseorang mengartikan sebab musabab dari suatu
peristiwa. Seseorang dengan Internal LoC adalah mereka yang merasa bertanggung
jawab atas kejadian2 tertentu. Hasil adalah dampak langsung dari tindakannya.
Sedangkan orang dengan External LoC adalah mereka yang seringkali menyalahkan
(atau bersyukur) atas keberuntungan, petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan2
lain diluar kekuasaannya.
Tiap orang menilai kekuatan2 yang
menghasilkan keberhasilan (sukses) dan kegagalan dengan sikap ber-beda2.
Seorang pelamar misalnya, test kesana kemari hanya untuk ber-ulang2 tidak lolos
test. Ia bisa saja menyalahkan dirinya karena kekurangannya. Ia mungkin
berpikir, ah saya sarjana payah, atau jawabanmya selalu tidak diterima. Dalam
keadaan ini ia menilai kegagalannya berasal dari dalam dirinya (FI).
Suatu hari, testnya berhasil. Ia mungkin
saja menilai bahwa keberhasilannya bukanlah disebabkan FI, seperti
intelgensianya, kemampuannya berbahasa, dll. Tetapi karena ia beruntung. Ah,
demikian pikirnya, barangkali karena tidak banyak yang nglamar. Saya satu2nya
yang nglamar. Jika demikian ia menyikapi kegagalannya dan keberhasilannya
dengan cara berbeda. Ia menerima kegagalannya karena FI tetapi keberhasilannya
karena FE. Jika demikian orang bisa punya LoC yang berbeda, baik untuk sukses
maupun gagal.
Selain dikotomi internal dan eksternal,
penting untuk memahami keadaan stabil & labil. Contoh, seorang alumni test
dan nilainya jatuh. Karena pada saat test ia kelelahan dan konsentrasinya buyar
karena ibunya masuk UGD. Jika ia test lagi dalam keadaan bugar dan ibunya baik2
saja, ia akan bisa mencetak nilai test yang bagus. Keadaan ia sedang lelah kita
sebut FI sedang labil; dan ibunya di UGD sebut sebagai keadaan (FE) sedang labil
yang sifatnya sementara.
Dalam meraih sukses sebaiknya kita
bersandar pada stabilitas FI. Seseorang bisa diterima di Fak. Anu karena ia
mampu mengerjakan test2 sehingga diterima. Jika ia menghadapi test lagi, ia
akan memiliki kepercayaan bahwa keberhasilannya disebabkan karena FI. Bukan
karena rezeki nomplok, keberuntungan, dll. Secara umum, pahamilah bahwa jika
anda berhasil, itu karena faktor internal anda dalam keadaan bagus (stabil).
Jika menghadapi kegagalan, strategi kita
harus kita modifikasi. Jika gaga, sangat wajar dan bahkan dianjurkan untuk
menyikapinya sebagai keadaan FI sedang labil. Juga FE yang kurang mendukung.
Contoh, seorang atlit hari itu prestasinya memble karena sedang pilek dan
kakinya kesleo (FI sedang labil), ditambah lagi cuaca habis hujan, becek dan
licin (FE sedang labil). Dengan demikian harga diri dan rasa percaya dirinya
terlindung dengan baik. Pada lain kesempatan dimana FI stabil dan FE seperti biasanya,
ia akan berprestasi.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar