A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Istilah
kesehatan mental diambil dari kosep mental hygiene, kata mental berasal dari
bahasa yunani yang berarti kejiwaan, kata mental memiliki persamaan makna
dengan kata psyche yang berasal dari bahas latin yang berarti psikis atau jiwa,
jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat
atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari
keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis(penyesuaian
diri terhadap lingkungan social).[1]
Kesehatan
mental adalah ilmu yang meliputi tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan,
serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani. Orng yang sehat
mentalnya adalah orng yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa
tenang, aman dan tentram.[2]
Mental
yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh stressor(penyebab terjadinya
stress). Orang yang memiliki mental yang sehat berarti mampu menahan diri dari
tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
Ciri-ciri
orng yang memiliki kesehatan mental adalah:
ü Memiliki
sikap (attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
ü Aktualisasi
diri.
ü Mampu
mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada.
ü Mampu
berotonom terhadap diri sendiri(mandiri).
ü Memiliki
persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada.
ü Mampu
menyelaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.
B.
Hubungan
Agama dan Kesehatan Mental
Agama
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap
agama mungkin karena factor-factor tertentu baik yang disebabkan oleh
kepribadian maupun lingkungan masing-masing, namun untuk menutupi atau
meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya suli dilakukan,
hal ini karena manusia memiliki unsur batin yang cendrung mendorongnya untuk
tunduk kepada zat yang ghaib. Ketundukan ini merupakan bagian dari factor
intern manusia.
Fitrah
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai
naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh
lingkungan, seperti yang ada dalam QS.Ar Rum:30-31[3]
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Jadi hubungan agama dengan kesehatan
mental yaitu : agama sebagai terapi kesehatan mental. Hal ini sudah ditunjukkan
secara jelas dalam ayat-ayat Al-Qur’an di antaranya yang membahas tentang
ketenangan dan kebahagian yaitu dalam QS An Nahl :97
Artinya: Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik]
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Hubungan antara agama dan kesehatan
mental ini terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap kekuasaan
yang maha tinggi sehingga akan dapat
memunculkan perasaan positif pada kesehatan mental seseorang.[4]
C.
Gangguan
dalam Perkembangan Keberagamaan
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan
yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut adanya
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsure kognitif, perasaan
terhadap agama sebagai unsure efektif
dan perilaku terhadap agama sebagai unsure psikomotor. Jadi, sikap
keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, serta
tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sikap
keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.
Beranjak dari kenyataan yang ada, sikap
keagamaan terbentuk oleh dua factor, yaitu factor internal dan factor
eksternal. Gangguan dalam perkembangan keberagamaan tersebut dapat berangkat
dari dua factor pembentuk sikap keberagamaan itu, yaitu:[5]
1)
Factor internal
ü Factor
hereditas
Meskipun
belum dilakukan penelitian mengenai hubungan antara sifat-sifat kejiwaan anak
dengan orang tuanya, namun tampaknya dapat dilihat dari hubungan emosional. Seperti
yang dianjurkan rasulullah untuk memilih pasangan hidup yang baikdalam membina
rumah tangga, sebab menurut beliau keturunan berpengaruh. Benih yang berasal
dariketurunan yang tercela dapat mempengaruhi sifat-sifat keturunan berikutnya.
ü Tingkat
usia
Perkebangan
agama pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh perkembangan bebagai aspek
kejiwaan termasuk perkembangan berfikir. Anak yang menganjak usia berfikir
kritis lebih kritis pula dalam memahamiajran agama. Pada tingkat remaja yang
mempengaruhi perkembangan jiwa keberagamaan mereka yaitu pada saat mereka
menginjak ambang usia kematangan, sehingga pada masa ini sering menimbulkan
konfik kejiwaan,yang cendrung mempengaruhi konversi agama di usia matang.
ü Kepribadian
Kepribadian
sering disebut sebagai identitas seseorang yang sedikit banyaknya menampilkan
cirri-ciri pembeda dari individu manusia memiliki perbedaan dari individu lain
diluar dirinya. Secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian.
Perbedaan ini berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk
jiwa keagamaan. Di luar itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang.
Kondisi seperti ini yang akan mempengaruhi perkembangan kejiwaan.
ü Kondisi
kejiwaan
Ada
kondisi kejiwaan yang pada diri manusia yang terkadang bersifat
menyimpang(abnormal)maka hal inlah yang menyebabkan ganguan terhadap
perkembangan keberagamaan.
2)
Factor eksternal
ü Lingkungan
keluarga
Keluarga merupakan factor yang paling dominan dalam
meletakan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan. Apabila lingkungan keluarga
menunjukan sikap dan tingkah laku yang jelek maka jelek juga pengaruh keagamaan
pada diri anak.
ü Lingkungan
institusional
Lingkungan institusional dapat berupa formal seperti
sekolah ataupun nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi.
ü Lingkungan
masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan pengaruh, lingkungan
masyrakat ini dapat mempengaruhi jiwa keberagamaan, baik dalam bentuk positif
ataupun negative.
D.
Agama
dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental
Psikologi
agama merupakan bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap
pengaruh agama dalam kehidupan kejiwaan manusia.[6]
Seperti yang talah disebutkan di atas bahwa agama akan memberikan sikap yang
optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan yang positif seperti rasa bahagia, rasa senang, rasa puas,
sukses, merasa dicintai atau rasa aman.
Cukup
logis bahwa ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajrannya
secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan dapat
berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan
menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi tuhan yan setia. Tindak ibadah
setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Manusia
sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak
terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan keduanya. [7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar