Senin, 19 Maret 2012

AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL



A.       Pengertian Kesehatan Mental
Istilah kesehatan mental diambil dari kosep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa yunani yang berarti kejiwaan, kata mental memiliki persamaan makna dengan kata psyche yang berasal dari bahas latin yang berarti psikis atau jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis(penyesuaian diri terhadap lingkungan social).[1]
Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan, serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani. Orng yang sehat mentalnya adalah orng yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tentram.[2]
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh stressor(penyebab terjadinya stress). Orang yang memiliki mental yang sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
Ciri-ciri orng yang memiliki kesehatan mental adalah:
ü  Memiliki sikap (attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
ü  Aktualisasi diri.
ü  Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada.
ü  Mampu berotonom terhadap diri sendiri(mandiri).
ü  Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada.
ü  Mampu menyelaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.

B.        Hubungan Agama dan Kesehatan Mental
Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena factor-factor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing, namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya suli dilakukan, hal ini karena manusia memiliki unsur batin yang cendrung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang ghaib. Ketundukan ini merupakan bagian dari factor intern manusia.
Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam QS.Ar Rum:30-31[3]


Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  
            Jadi hubungan agama dengan kesehatan mental yaitu : agama sebagai terapi kesehatan mental. Hal ini sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Qur’an di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagian yaitu dalam QS An Nahl :97


Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik] dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
            Hubungan antara agama dan kesehatan mental ini terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap kekuasaan yang maha tinggi sehingga akan dapat  memunculkan perasaan positif pada kesehatan mental seseorang.[4]

C.       Gangguan dalam Perkembangan Keberagamaan
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsure kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsure efektif  dan perilaku terhadap agama sebagai unsure psikomotor. Jadi, sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.
Beranjak dari kenyataan yang ada, sikap keagamaan terbentuk oleh dua factor, yaitu factor internal dan factor eksternal. Gangguan dalam perkembangan keberagamaan tersebut dapat berangkat dari dua factor pembentuk sikap keberagamaan itu, yaitu:[5]
1)      Factor internal
ü  Factor hereditas
Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai hubungan antara sifat-sifat kejiwaan anak dengan orang tuanya, namun tampaknya dapat dilihat dari hubungan emosional. Seperti yang dianjurkan rasulullah untuk memilih pasangan hidup yang baikdalam membina rumah tangga, sebab menurut beliau keturunan berpengaruh. Benih yang berasal dariketurunan yang tercela dapat mempengaruhi sifat-sifat keturunan berikutnya.
ü  Tingkat usia
Perkebangan agama pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh perkembangan bebagai aspek kejiwaan termasuk perkembangan berfikir. Anak yang menganjak usia berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahamiajran agama. Pada tingkat remaja yang mempengaruhi perkembangan jiwa keberagamaan mereka yaitu pada saat mereka menginjak ambang usia kematangan, sehingga pada masa ini sering menimbulkan konfik kejiwaan,yang cendrung mempengaruhi konversi agama di usia matang.
ü  Kepribadian
Kepribadian sering disebut sebagai identitas seseorang yang sedikit banyaknya menampilkan cirri-ciri pembeda dari individu manusia memiliki perbedaan dari individu lain diluar dirinya. Secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian. Perbedaan ini berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang. Kondisi seperti ini yang akan mempengaruhi perkembangan kejiwaan.
ü  Kondisi kejiwaan
Ada kondisi kejiwaan yang pada diri manusia yang terkadang bersifat menyimpang(abnormal)maka hal inlah yang menyebabkan ganguan terhadap perkembangan keberagamaan.
2)      Factor eksternal
ü  Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan factor yang paling dominan dalam meletakan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan. Apabila lingkungan keluarga menunjukan sikap dan tingkah laku yang jelek maka jelek juga pengaruh keagamaan pada diri anak.
ü  Lingkungan institusional
Lingkungan institusional dapat berupa formal seperti sekolah ataupun nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi.

ü  Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan pengaruh, lingkungan masyrakat ini dapat mempengaruhi jiwa keberagamaan, baik dalam bentuk positif ataupun negative.

D.       Agama dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental
Psikologi agama merupakan bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap pengaruh agama dalam kehidupan kejiwaan manusia.[6] Seperti yang talah disebutkan di atas bahwa agama akan memberikan sikap yang optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan yang positif  seperti rasa bahagia, rasa senang, rasa puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman.
Cukup logis bahwa ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajrannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan dapat berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi tuhan yan setia. Tindak ibadah setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan keduanya. [7]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar